MERAWAT BENTENG INDRAPATRA, MENGEKALKAN SEJARAH ACEH

MERAWAT BENTENG INDRAPATRA, MENGEKALKAN SEJARAH ACEH

MERAWAT BENTENG INDRAPATRA, MENGEKALKAN SEJARAH ACEH
Benteng Indrapatra Aceh

MERAWAT BENTENG INDRAPATRA, MENGEKALKAN SEJARAH ACEH - Benteng merupakan situs sejarah yang mempunyai cerita tersendiri. Di belakangnya ada kisah perlawanan, pemberontakan, intrik dan heroism orang-orang di zamannya. Demikian juga dengan Benteng Indra Patra yang terletak di Kecamatan Masjid Raya, jalan Krueng Raya, sekitar 19 km dari Banda Aceh, menuju Pelabuhan Kr Raya.


Sebagai situs bersejarah, keberadaan Benteng Indra Patra tentu perlu dijaga. Dari segi fisik, secara alami bangunan akan mengalami kerusakan digerus alam. Hujan, panas, pengambilan material oleh masyarakat akan membuat bagian-bagian benteng runtuh perlahan-lahan. Dinding mengelupas, batu pondasi berjatuhan satu persatu. Lama kelamaan bentuk aslinya tidak kelihatan lagi.

Dari segi sejarah, kisah-kisah seputar keberadaan benteng perlahan-lahan akan dilupakan orang. Bahkan orang-orang yang tinggal sekitar benteng pun belum tentu tahu asal muasal dinding besar di hadapan rumah mereka.

Untuk menyelamatkan situs bersejarah itulah, Aceh Heritage Community (AHC) bekerja sama dengan Pusat Dokumentasi Arsitektur Jakarta (PDAJ), mengadakan survei Benteng Indra Patra, 20-21 Desember. Dua orang dari PDAJ yaitu Kemal, seorang arsitek, dan Ivan, seorang arkeolog, menemani 10 orang dari AHC.

Benteng ini berukuran besar dan berkonstruksi kokoh, berarsitektur unik, terbuat dari beton kapur. Saat ini jumlah benteng yang tersisa hanya dua, itu pun pintu bentengnya telah hancur terkena tsunami. Pada awalnya ada tiga bagian besar benteng yang tersisa. Benteng yang paling besar berukuran 70 x 70 meter dengan ketinggian 3 meter lebih. Ada sebuah ruangan yang besar dan kokoh berukuran 35 x 35 meter dan tinggi 4 meter. Rancangan bangunannya terlihat begitu istimewa dan canggih, sesuai pada masanya karena untuk mencapai bagian dalam benteng, harus dilalui dengan memanjat terlebih dahulu.

Tim bergerak menyusuri sudut demi sudut, mencatat fisik bangunan yang mereka lihat. Mereka mencatat mulai dari warna bebatuan, model menara yang ada, berapa banyak lubang bidik untuk meriam yang masih utuh, apakah ada ruang bawah tanah dan banyak lagi hal lainnya. Anggota AHC membuat sketsa benteng Indra Patra untuk mencatat bentuk asli bangunan.

Ivan, arkeolog asal Jakarta mengatakan banyak benteng-benteng di Indonesia yang mengalami kerusakan parah. Pemerintah daerah setempat tidak peduli dengan keberadaan benteng. Kalau pun ada renovasi, banyak perbaikan yang dilakukan tidak sesuai dengan kaidah bangunan bersejarah. "Saya pernah menemukan benteng tua di Maluku yang diplester dengan dinding semen. Itu merusak keaslian benteng, mana ada semen zaman dahulu" katanya. Padahal turis ataupun pengunjung sangat menyukai keaslian bangunan sejarah.

Ketua AHC, Yenni Rahmayanti menambahkan renovasi yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Aceh melakukan renovasi benteng Indra Patra tidak sesuai dengan kaidah. Renovasi yang dilakukan sedikit banyak mengubah keasliannya. "Harusnya situs sejarah ini mendapat perhatian dari Balai Pelestarian Sejarah, tapi sepertinya tidak" ujarnya.


Memang jika kita perhatikan, sebagai contoh papan informasi penunjuk sejarah tidak ada di tempelkan. Ada juga hal lain yang menyedihkan terkait dengan keberadaan benteng. Banyak masyarakat sekitar mengambil batu-batuan benteng untuk keperluan membuat rumah bahkan ada yang mendirikan pondasi di atas reruntuhan benteng.

Survei Benteng Indra Patra bukan saja mencatat fisik bangunan tetapi juga mengumpulkan kisah-kisah sejarah seputar benteng. Tim melakukan studi pustaka dan wawancara dengan masyarakat sekitar untuk menggali cerita-cerita seputar Benteng Indra Patra. "Yang paling menarik dari bangunan sejarah adalah cerita seputar situs tersebut, ini yang paling menarik minat pengunjung" katanya.


Benteng Indra Patra dibangun oleh Kerajaan Lamuri, kerajaan Hindu pertama di Aceh (Indra Patra) pada masa sebelum kedatangan Islam di Aceh, yaitu pada abad ke tujuh Masehi. Benteng ini dibangun dalam posisi yang cukup strategis karena berhadapan langsung dengan Selat Malaka, sehingga berfungsi sebagai benteng pertahanan dari serangan armada Portugis. Pada masa Sultan Iskandar Muda, dengan armada lautnya yang kuat dibawah pimpinan Laksamana Malahayati, sebagai laksamana wanita pertama di dunia, benteng ini digunakan sebagai pertahanan kerajaan Aceh Darussalam.

Sebagai masyarakat yang menghargai sejarah sudah selayak benteng Indra Patra di rawat dan dilestarikan. Jangan sampai nanti orang-orang hanya bisa berkata sambil menunjuk ke arah reruntuhan "Itu batu-batuan bekas apa ya?"

***********
Sumber : Liburan.info

No comments