KEUMAWEUH
KEUMAWEUH
Keumaweuh |
KEUMAWEUH
Assalamualaikum Wr.Wb.
Kami sering melihat adat keumaweuh
dalam kehidupan masyarakat di Aceh.
Yang ingin ditanyakan:
1. Apa dan bagaimana keumaweuh dilaksanakan
yang sesuai dengan adat?
2. Apakah keumaweuh mesti dilaksanakan
dalam adat perkawinan?
3. Apa muatan positif keumaweuh?
Terima kasih atas jawaban dan perhatian
Bapak.
Yati Martarina
Desa Guegajah,
Ketapang Aceh Besar
JAWABAN :
Adat keumaweuh adalah suatu perilaku
adat Aceh dalam hubungan kehamilan
“meulintee” (menantu) dalam
pernikahan/perkawinan yang sah. Di
beberapa, daerah terutama masyarakat
Aceh Besar lebih populer dengan sebutan
adat “mee bu” atau “ba bu” atau “mee bu
meulineum”, bahkan ada yang menyebutnya
“mee bu rayeuk”. Kemungkinan
pada masyarakat Pidie atau masyarakat
lainnya lazim disebut adat keumaweuh.
Adat “mee bu/meulineum” merupakan
salah satu prilaku pokok dalam masyarakat
adat Aceh. Ini sebagai kehormatan
harkat dan martabat keluarga yang dijunjung
tinggi. Bila menantunya mengandung
(hamil), kealpaan pelaksana “mee
bu” (sengaja atau tidak dapat menimbulkan
kareut (aib) dan rasa malu keluarga
serta berdampak kepada kaumnya (keluarga
besarnya) pada kedua belah pihak
(bisanan), baik keluarga suami maupun
keluarga istri.
Upacara ini berkaitan dengan Narit
Maja, sebagai berikut: “umong meu
ateung,
ureung meu peutua. Rumoh
meu adat, pukat meu kaja. Adat meukoh
reubong, hukom meukoh purieh. Adat
hanjeut beurangkahoe takong, hukom
hanjeut beurangkahoe ta kieh. Teumakoet
keu hukom, kareuna akibat, teumakot
keu adat malee bak donya”.(pakiban
jinoe peu na mantong. “Malee” bak ureung
Aceh?)
“Mee bu”, dari kata mee (mengantarkan)
dan bu (nasi). Jadi mee bu maksudnya
mengantar seperangkat kemasan
nasi
dengan lauk-pauk karena kehamilan
perkawinan yang sah yang biasanya dilakukan
pada bulan keenam atau ketujuh
dari kehamilan. Nasi ini diantar dari
keluarga suami untuk istri anaknya/menantu
beserta keluarganya. Aktivitas ini
dilakukan oleh beberapa kaum ibu yang
dipimpin oleh istri kheuchik dan istri
teungku/imeum meunasah (jumlah pengantar
tergantung besar kecilnya paket
mee bu.
Perangkat rubeing hidangan itu ditutup
dengan tudung saji berisi sebakul
nasi biasa, ayam panggang/gulai ayam,
daging,
gulai ikan/kuah lapeik dan ikan
serta lauk-pauk lainnya. Upacara ini
berlaku kepada siapa saja (kaya-miskin)
sepanjang kehamilan itu sah.
Adat mee bu diawali dilakukan setelah
orang tua mengetahui kepastian dan
lama kehamilan. Hal itu penting untuk
menentukan langkah-langkah adat yang
akan ditempuhnya sampai upacara mee
bu dilakukan. Dalam masa-masa kehamilan,
biasanya bulan ketiga atau keempat,
langkah pertama yang dilakukan oleh
mertua istri adalah mangantarkan boh
kayee (buah-buahan rujak) seperti boh
mamplam, meulinggei, meuria, deulima
bruek, deulima breuh, boh saoh, boh giri,
limeung mesagoe, boh peuteik, dan lainlain
atau yang sesuai dengan musim buah
seperti: rambutan, langsat, bahkan buah
anggur, apel dan lain-lain.
Adat mee bu menurut hasil penelitian
penulis tahun 1999 antara lain:
a. Bersyukur kepada Allah (karena
berlanjut keturunan) dan memperkokoh
hubungan silaturahmi keluarga
bakal bayi yang lahir adalah turunan
yang sah sesuai dengan martabat agama
dan adat kaumnya (bukan anak
sembarangan di luar nikah)
c. Bila upacara mee bu tidak dilakukan,
keluarga kedua belah pihak
(bisanan) mengalami sindrom kejiwaan
(psyichological sindrome) dalam
bentuk “rasa malu”
d. Sebagai norma adat yang dimiliki,
kuat dan turun temurun sebagai khazanah
perilaku penguatan kehidupan
masyarakat
e. Ada yang merasakan sebagai simbol
kewarisan kepada turunan, kesetiaan
kepada keluarga, keindahan,
rajin bekerja dan membangun kebersamaan
keluarga masa depan yang lebih
bahagia dan sejahtera.
l
Jeulaih that......Apa Bidin Gampong Kee
ReplyDeletetulisan blog jih hana lagak sagai margin .. karena lon pakek dashboard yang baro.. menye ata jameun .. lagak bang ,,
ReplyDeleteSaleum meuturi bang beh ..:)