SERIBU JARI DI NEGERI PARA DEWA

SERIBU JARI DI NEGERI PARA DEWA

SERIBU JARI DI NEGERI PARA DEWA
Penampilan Saman Gayo Di Nusa Dua Bali - Seribu Jari di Negeri Para Dewa

SERIBU JARI DI NEGERI PARA DEWA - Grup tari saman binaan Pemkap Gayo Lues ketika tampil pada malam Seni Budaya Sidang Ke-6 Komite Antar-Pemerintah Unesco untuk perlindungan warisan budaya non benda di Nusa Dua, Bali, Jumat (25/11) malam.

======
SEISI ruangan tercekam ketika menggema gumam mistis menderas dari belasan mulut laki-laki muda yang dibalut kerawang gayo lues. Nyaris tak ada suara lain, selain deru gumam yang seolah mengalir dari lekuk pedalaman negeri seribu bukit, Gayo Lues, di kaki Leuser.

Belum habis pesona gumam dalam nomor “rengum” berlalu, para penonton dikejutkan lagi oleh kelebat ribuan jemari yang membentuk konfigurasi tertentu. Telapak tangan kiri dan kanan saling tindih lalu dihentakkan ke dada dalam gerak “gerutup” yang sangat cepat. Melahirkan bunyi unik, persis bunyi tapak ribuan kuda yang sedang berpacu.

Itulah bagian dari pertunjukan Tari Saman Gayo yang diperlihatkan kepada 400 peserta yang berasal dari 137 negara yang sedang mengikuti Sidang Ke-6 Komite Antar-Pemerintah Unesco untuk Perlindungan Warisan Budaya Takbenda di Nusa Dua, Bali, Jumat malam, 25 November 2011. Sidang tahunan itu kemudian menetapkan Tari Saman Gayo sebagai warisan budaya dunia yang harus mendapat perhatian dan perlindungan.

Para penari yang masih muda itu berhasil memperlihatkan ketangkasan ber-Saman yang luar biasa. Dibalut baju kerawang gayo yang menyala dengan warna-warna mencolok, pesona para penari itu juga tertumpu pada model rambut yang dibiarkan tergerai, sehingga memberi efek tertentu pada saat seluruh kepala bergerak.

Suraiya Begum NDC dan Shadia Kathun, wakil dari Banglades, tak kuasa menyimpan kekaguman ketika menyaksikan pertunjukan Saman Gayo tersebut. “Sangat indah. Sebuah tarian ekspresif dan dinamis. Meski saya tidak memahami syairnya, tapi saya mampu menikmati pertunjukannya. Tarian yang menyiratkan kekompakan,” kata Suraiya saat diwawancarai Serambi seusai pertunjukan. Suraiya adalah Sekretaris Menteri Kebudayaan.

Rasa kagum juga disampaikan perempuan berkulit hitam dari Uganda, Nauno Juliana Akurunyo. “Saya menyaksikan tarian itu adalah pola perdamaian yang tentu harus mendapat latihan sangat keras dan ulet. Saya kira tarian itu harus tetap dipelihara dan diajarkan tanpa henti kepada generasi muda,” katanya sambil berulang kali menyampaikan pujian.

Saman Gayo memang tarian yang atraktif. Ia terbentuk dari perpaduan beragam gerak yang seolah berlekuk-lekuk bagai bukit. Di tanah asalnya, Gayo Lues, tarian itu biasa dipertunjukan berhari-hari dan bermalam-malam dalam peristiwa “saman bejamu” atau Saman dipertandingkan.

Saman Gayo berasal dari negeri “seribu bukit” Gayo Lues, adalah tarian yang sudah berkembang sejak abad 13—bahkan jauh sebelum itu —dan mampu dipertahankan orisinalitasnya sampai tujuh abad kemudian. Sampai sekarang generai muda Gayo Lues taka pernah berhenti memainkan Saman, sebaga bagian dari kehidupan keseharian.

Tarian ini sebetulnya menyebar di kabupaten-kabupaten yang didiami komunitas Gayo, yakni Aceh Tenggara, Aceh Tengah, Bener Meriah, Lokop (Aceh Timur) dan Serbejadi (atau Pulau Tiga) di Aceh Tamiang. Tapi komunitas yang paling ramai ada di Gayo Lues, kabupaten yang letak daerahnya berbukit-bukit.

Bisa dicabut
Pengakuan Tari Saman sebagai warisan budaya dunia tak benda bisa dicabut kembali dalam persidangan empat tahun berikutnya, apabila gagal dalam program pelestarian dan promosi. “Setiap empat tahun sekali nanti akan dinilai kembali apakah yang diajukan empat tahun lalu konsisten dilakukan atau tidak. Kalau tidak, ya bisa dicoret kembali,” kata Ketua Harian Komisi Nasional Indonesia untuk Unesco di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Arief Rachman, seperti dikutip BBC.

Pemerintah Aceh dan Pemkab Gayo Lues tentu tidak rela apabila Saman harus dicoret kembali sebagai warusan budaya dunia. Karenanya serangkaian program telah disiapkan untuk itu. Antara lain akan dibangun “Saman Centre” atau Pusat Kebudayaan Saman di Belangkejeren, dan menetapkan tanggal 24 November sebagai “Hari Saman se-Dunia.”

“Saman Centre kelak akan menjadi pusat seluruh informasi dan kegiatan Saman serta menjadi pusat pelatihan bagi tenaga tutor yang akan disebar ke seluruh dunia,” kata Bupati Gayo Lues, Drs H Ibnu Hasyim. Langkah tersebut didukung penuh Ketua DPRK Gayo Lues, HM Amru. “Ini adalah momentum untuk men-samankan dunia,” kata Amru.


++++++++++++++++
Sumber : Serambinews.com

No comments