MAESTRO SEUDATI BERGELAR GEUNTA

MAESTRO SEUDATI BERGELAR GEUNTA

Oleh : Iskandar Ishak

MAESTRO SEUDATI BERGELAR GEUNTA

Syekh Lah Geunta - Maestro Seudati bergelar Geunta

MAESTRO SEUDATI BERGELAR GEUNTA - Namanya Abdullah Abdurrahman, tapi dikenal sebagai Syeh Lah Geunta. Geunta atau menggema merupakan gelar yang diberikan Gubenur Ali Hasymi kepadanya

Abdullah Abdurrahman atau yang lebih dikenal dengan panggilan Syeh Lah Geunta merupakan maestro tari Seudati sejati. Sangkin cintanya dengan tarian seudati membuat Syeh Lah Geunta rela meninggalkan sekolah serta memilih tarian ini sebagai jalan hidupnya. Hasilnya, dia telah berulang kali mengelilinggi jagat dengan seudati.

Jika menyebut seudati, maka semua orang Aceh akan menginggat Syeh Lah Geunta. Wujud lelaki kini masih terlihat gagah, dengan postur tubuh yang tegap dan memiliki tinggi 182 sentimeter dengan bobot 74 kilogram, Syeh Lah geunta tidak rela Seudati punah di bumi Serambi Mekkah ini.

Semasa kecilnya, Syeh Lah Geunta ingin sekali menggeluti dan mendalami seudati. Saat itu ia masih meyandang nama Abdullah Abdurrahman. Kini ia akrab disapa Syeh Lah Geunta. Pria yang lahir di Gampong Geulanggang Teungoh, Bireuen pada 10 Agustus 1946, yang kini menetap di Gampong Seunebok Rambong, Kecamatan Idi Rayeuk, Aceh Timur.

Kepada Harian Aceh, sang maestro menuturkan kisahnya. Dulu, bersama kawan-kawan sekampungnya berlatih dan belajar seudati secara otodidak. Mereka berlatih di lahan kosong di antara pohon kelapa yang memang banyak tumbuh di kampungnya.

Semasa duduk dibangku kelas tiga sekolah rakyat alias sekolah dasar, sejak itu Syeh Lah Geunta sudah menggagumi dan tergila-gila dengan tarian seudati. Demi untuk menyaksikan pentas tari tradisional Aceh itu, dia rela menempuh puluhan kilo meter dengan berjalan kaki dari kampungnya demi untuk menonton tari seudati.

Sangkin fanatiknya, Syeh Lah Geunta semasa kecilnya, saat menonton tari seudati. Ia selalu berada dan berdiri di tempat paling depan panggung untuk menyaksikan para penari beraksi, tari seudati tidak dapat dipisahkan dengannya. Semakin populernya nama aslinya Abdullah tidak sebutkan lagi, karena Seudati sehingga nama Syeh Lah Geunta Lebih dikenal dan populer. Karena julukan tersebut merupakan pemberian Gubernur Aceh Ali Hajmy. “Beliau langsung yang memberikan nama itu kepada saya, sehingga nama asli Abdullah banyak dilupakan orang, “ ungkap Abdullah.

Syeh Lah Geunta bukan lah seleberitis kondang atau aktris masa sekarang yang terlihat parlente, ia hanya lah seorang anak kampung yang sederhana dengan kegigihan semasa kecilnya. Ia telah mempertontonkan serta menunjukan kebolehannya tari sudatinya keberbagai pentas internasional, seperti Jepang, Belanda, Malaysia, Australia, Hongkong, Spanyol dan Amerika Serikat.

Kendati demikian Syeh Lah Geunta tetap saja tampil dengan sederhana, dia tetap bangga meski dijuluki sebagai seniman kampung. Kini usianya meski sudah memasuki 65 tahun sang maestro seni tradisi Aceh tetap masih terus mengeluti tari seudati dan tak bisa dipisahkan dengan Seudati.

Kenang Syeh Lah Geunta, kelompok Seudatinya waktu itu dikenal dengan julukan Syeh Lah Aneukmiet. Suatu hari pada tahun 1963, kelompok Syeh Lah Aneukmiet diundang berpentas untuk menunjukan kebolehannya di depan Gubernur Ali Hasymi. Saat itu Ali Hasymi berkunjung ke Bireuen untuk meresmikan SMA N 1 Kota Bireuen.

Kelompok Syeh lah Aneukmit masa itu berpentas di Hotel Murni. Hasymi, terpesona melihat penampilan Syeh Lah Aneukmit. Sampai-sampai sang Gubernur meminta Abdullah bersama kawan-kawannya tampil lagi setelah pertunjukan ulang tersebut dan akhirnya Sang Gubernur menawarkan dua gelar, Syeh Lah Keumala dan Syeh Lah Geunta. Saya lebih memilih gelar yang kedua. “Dia menjelaskan, Geunta atau Genta dalam bahasa Indonesianya bisa berarti lonceng atau bisa juga diartikan dengan gaung,“ ungkap Abdullah.

Dengan sederet kebolehan dan kelebihannya, syeh Lah Geunta akhirnya mampu menembus pentas kesenian nasional dan internasional. Sang Maestro kerap kali tampil di Jakarta serta sudah beberapa kali tampil di manca negara.

Pada tahun 1991 Syeh Lah Geunta dan anggota kelompoknya melanglang buana di seluruh negara bagian Amerika Serikat selama 45 hari. Dari kota ke kota kelompok Syeh Lah Geunta berhasil membuat penonton terpukau dengan mempertontonkan gerakan tari seudati.

Yang paling mengesankan sehingga tak bisa dilupakan bagi Syeh Lah Geunta yakni ketika dia dan anggotanya diundang tampil berpentas di Sevilla, Spanyol pada tahun 1992. “Saya sangat bangga ketika itu sempat berjalan-jalan diberbagai kota Spanyol untuk menyaksikan peninggalan kerajaan Islam,” kenangnya. Tak kurang sudah lebih dari 10 negara sudah dia datangi untuk mempertontonkan keindahan gerak tari tradisional Aceh Sudati tersebut.

Dari sana dia dan anggotanya mampu meraih beberapa penghargaan yakni The Bessies Award New York Dance And Performance pada tahun 1991 di Amerikat Serikat dan Appreciation Award pada tahun 1992 di Sevilla, Spain serta masih banyak berbagai penghargaan internasional dan nasional lain yang diperolehnya.

Seudati Media Berdakwah

Sering orang mempertanyakan tentang nama Seudati. Apalah arti sebuah nama begitulah istilahnya, akan tetapi makna nama pada tari tradisional Aceh memiliki kekhususan tersendiri. Nama Seudati terkait erat dengan pegembangan agama Islam di Nanggroe Aceh Darussalam (Aceh saat ini-red).

Dari berbagai sumber tertulis antara lain pencerminan Aceh yang kaya budaya dan pendapat seiring berkembang di masyarakat menyebutkan kata Seudati berasal bahasa Arab “ Syahadatin atau Syadati “ yang bermakna doa pengakuan atau pengakuanku. Mengucapkan syahadat adalah syarat pertama bagi seseorang yang akan memeluk agama islam yaitu mengaku tak ada tuhan melainkan Allah dan Muhammad utusan NYA.

Sumber lain yang kurang populer akan tetapi dalam forum diskusi maupun seminar sering juga diungkapkan bahwa kata Seudati yang bahasa Arab berarti saudara-saudara atau tuan-tuan dan bapak-bapak, seperti lazimnya terdengar diucapkan oleh orang yang sedang berpidato. Pendapat ini berdasarkan pendirian Syeh lah Geunta kepada seni Seudati. Menurut pandagan juga seudati adalah semacam pementasan ajaran agama dan perubahan sosial.

Nama lain yang pernah berkembang jauh sebelum sebutan seudati untuk jenis tari adalah Saman. Orang yang menarikan tari ini disebut Meusaman. Menurut Tgk Abdullah Syafii seorang tokoh masyarakat Kandang Kabupaten Pidie, bahwa tari ini lebih tepat disebut Saman.

Sekitar tahun lima puluhan, nama Saman untuk jenis ini lebih dikenal dengan nama Seudati, terutama di kabupaten Aceh Utara, yang di daerah tingkat II ini terdapat tokoh-tokoh Seudati antara lain Almarhum Syeh Ampon Mae yang lahir di Mulieng pada tahun 1932 dan Almarhum Syeh Ampon Bugeh yang lahir di Geureugok, Ganda Pura pada tahun 1929 silam.

Sebagaimana kita ketahui kata Saman berasal dari bahasa arab yang berarti delapan. Angka delapan ini dikaitkan/diperkuat karena penari pada tarian berjumlah delapan orang. Jumlah delapan penari ini tidak bisa lebih maupun dikurangi, karena keberadaan penari yang delapan orang amat erat kaitannya dengan posisi/komposisi tari bahkan jika kekurangan seorang penari saja tarian ini tidak dapat dimainkan.

Di samping penari yang delapan orang, dilengkapi dengan seorang penyanyi yang mengumandangkan irama lagu tertentu dengan syair-syair yang serasi dengan babakan/bagian tari. Pada bagian awal yang disebut saleum, irama lagu dan syair yang dikumandangkan syahi.

Jika ditinjau dari sudut nama tari tradisional ini (Seudati/Saman) yang sama-sama berasal dari bahasa Arab, dapat diperkirakan bahwa tari ini lahir pada zaman setelah masuknya agama Islam di Aceh, sehingga para ulama dan pegembang agama Islam memanfaatkan media ini sebagai salah satu media dakwah pengembangan agama Islam.

Seorang ulama yang dikenal dengan panggilan Tgk Seumatang di kampung Busu, Pidie, beliu selain memimpin Pasantren juga seorang penyair. Dalam bahasa Aceh disebut Peuentok Haba, adalah tokoh pencipta syair yang bernuansa Islami.

Syair yang penuh makna inilah yang selalu dilantunkan pada masa permulaan berkembangnya tari seudati di Aceh. Syeh Nek Rasyid salah satu tokoh seudati yang pada tahun 1930 telah berperan sebagi Aneuk Syahi, mengungkapkan bahwa beliu mengetahui Saleum pada Seudati (bagian awal seudati) dulunya dilakukan dengan cara duduk, lalu mengalami perubahan dengan level berdiri seperti yang dikenal dewasa ini.

Syeh Ampon Mae, tokoh seudati yang dikenal luas di Aceh, bahkan luar daerah dan disegani oleh syeh-syeh yang lain, beliu adalah Syeh yang membawa perubahan seudati baik gerak, kekayaan komposisi dan irama lagu.

Peran serta para ulama (Tengku Pasantren) pada awal kelahiran seudati, baik sebagai sarana hiburan santri maupun metode pengembangan dakwah Islam. Hal itu dapat terlihat dari banyaknya bahasa arab dalam syair-syair hikayat seudati. Seperti ucapan Lahe Le Hala Bagura Hem Halaa Elehala, menurut tokoh-tokoh Seudati terdahulu hikayat ini adalah penguasan dari bahasa arab yaitu Lahaula Wala Illa Billahil Aliyill Azim.

Masih banyak kata-kata yang sejenis yang tidak dimengerti artinya akan tetapi terdengar spontanitas dari pemain seudati maupun di ucapkan aneuk Syahi terlepas dari berbagai pendapat tentang latar belakang seudati, maupun tentang penamaan tari ini. Seudati atau saman, akan tetapi pada akhir tahun 1972 khususnya semenjak Priode Pekan Kebudayaan Aceh Ke-2 tarian ini lebih dikenal dengan penamaan seudati.

Di sisi lain dengan tidak mengabaikan penamaan tari ini sebutan Saman, kiranya nama Seudati dewasa ini lebih populer dan dikenal luas, sedangkan nama Saman atau tari Saman dikenal sebagai tari tradisional yang berasal dari tingkat II Aceh Tenggara, khususnya perwakilan Blang Kejeren dari etnik Gayo yakni tari yang dimainkan oleh kaum pria dengan cara duduk berlutut dan berbanjar dalam satu shaf (garis horizontal).

Syeh-syeh seudati yang sangat terkenal sejak tahun 1950-an antara lain, Syeh Ampon Mae dari Aceh Utara, Syeh Nek Rasyid dari Bireuen, Syeh Ampon Bugeh dari Geurugok, Syeh Ampon Muda dari Sigli, Syeh Maun Kunyet dari Lung Putu, Syeh Suh Pandak dari Peusangan, Syeh Hasyem Naleung dari P. Nalueng, Syeh Puteh Rajangan dari Pidie dan Tengku Syah Midan dari Pidie. Dari kesemua tokoh Seudati terkenal di masa lampau tersebut kini mereka telah meninggal dunia.

Untuk itu Syeh Lah Geunta Sang Maestro Seni Aceh tetap semangat untuk menghidupkan seudati. Syeh Lah Geunta tidak mau seudati terkubur sebelum ia sempat mewariskan kepada anak-anak Aceh. Dia, lelaki yang hampir seluruh hidupnya dipersembahkan untuk Seudati, kini dengan kondisi dan usianya yang tak muda lagi dan staminanya mulai melemah, sang maestro tetap akan terus memperjuangkan tari seudati agar anak Aceh tahu apa itu tari seudati.

2 comments:

  1. Replies
    1. sip Bang ..
      maav ne udah lama kagak ngeblog ..
      jadinya blog gag terurus ,, hehe
      bang pa kabar?
      oya bang .. kok semua gambar di blog saya jadi ilang gini ya ?

      Delete